Momentcam: Tubuh Ikut Berdusta

Pernah menggunakan aplikasi momentcam? Aplikasi yang mampu mengubah wajah dan bentuk tubuh  menjadi kartun lucu. Mungkin Anda akan mencobanya dengan dengan melihat seorang teman menguplad hasil editan foto berbentuk kartun. Unik dan cukup menarik.
doc:paneninfo.blogspot.com

Tak ada hal yang aneh jika melihat kartun yang ditampilkan sangat mirip dengan kartun yang biasanya hanya ada di dalam komik. Hal yang menarik hampir setiap orang yang memilki aplikasi ini secepat kilat mengupload gambar di media sosial. Sekadar ikut-ikutan, tertarik atau mencoba aplikasi baru.

Tak hanya itu, tak sedikit gambar yang ditampilkan menunjukkan bagian  tubuh yang tidak pantas di publikasikan untuk umum. Meskipun, ada yang mengelak bahwa bagian tubuh yang lain bukanlah tubuhnya yang asli. 

Nah, apa bedanya dengan foto yang diedit dan menyambungkan dengan tubuh sexy lainnya. Hal yang paling bermasalah, menurut saya beberapa orang yang keseharian menutup tubuhnya dengan pakaian tertutup dengan bangganya memamerkan kartun dengan gambar yang cukup aduhai. 

Sebenarnya kondisi ini pernah diwanti-wanti oleh Mark Slouka bahwa pencitraan digital telah menghancurkan kepastian. Ketika banjir informasi visual dalam format digital menggasak, kita akan dituntut lebih mampu memilah fakta dari fiksi dan dusta.

Saya teringat dengan satu teman saya yang cukup ahli membuat kartun atau yang dia sebut manga. Keahliannya ini cukup membuat saya kagum. Tidak banyak orang yang memiliki bakat dan mampu membuat manga dengan gambar yang sangat detil. Belakangan dia rupanya tertarik membuat manga dengan gambar wanita cantik dan sexy. 

Tidak sekadar sexy gambar yang ditampilkannya maaf- menampilkan atas paha seorang wanita- entah dia yang buat atau ada sumber lainnya yang dikomentari di media sosial-. Bakat ini yang dimiliki saya anggap sia-sia. Walaupun, ia menganggap ini bagian dari seni, tapi mengeksplorasi tubuh wanita bukan hal yang pantas disebarkan ke media sosial.

Melihat fenomena bagaimana sesesorang  menampilkan gambar tanpa pertimbangan apapun. Saya  tertarik dengan kalimat yang dituliskan Mariko Kuno Fujiwa, seorang spesialis dalam budaya anak muda Jepang, "generasi yang tidak tahu bagaimana berhubungan dengan orang lain." Generasi saat ini larut dalam dunia fantasi yang dibangun dari konstruksi hegemoni pasar yang memanfaatkan teknologi digital. Media digital telah tampil sebagai saluran perkembangan budaya atau superimposisi budaya dan juga lingkungan baru bagi kita.

Menuliskan pendapat dari Bly, Tapscott mengatakan bahwa kita benar-benar hidup dalam sebuah dunia fantasi. Sebuah dunia sesungguhnya tengah dikonstruksi  oleh kapital di balik komersialisasi informasi yang menempatkan negara maju sebagai produser budaya global. Merekalah yang mendiktekan selera, mimpi, imajinasi atau fantasi di tengah-tengah kita. 

Setiap aplikasi baru yang menarik akan dengan mudah digunakan dan disebar melalui media sosial. Hal terpenting mengikuti apapun yang menarik. Tak peduli, pantas atau tidak pantas yang dikatakan orang sangat relatif. Kita benar-benar relatif bermimpi dan ikut berfantasi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saraba atau Sarabba' Dialek yang Berbeda

(a)Susila di Negeri Raja

Dilema TVRI, Afiliasi Politis