Media Sosial Bikin Kepo

Setiap orang seolah berlomba untuk menampilkan wajah dan tulisan di media sosial. Mulai dari aktivitas bangun tidur hingga tidur lagi (sepertil lagu mbah Surip). Ada yang menuliskan hal-hal yang sifatnya pribadi hingga informasi yang sifatnya bermanfaat untuk orang lain. Hal yang positif yang bisa dilakukan di media sosial adalah kita bisa menggalang donasi untuk pasien atau korban bencana alam.

Namun, di sisi lain media sosial kadang membuat saya resah. Saat melihat status teman-teman di media sosial yang dengan mudahnya menceritakan masalah pribadi dan keluarga. Jika status yang ditulis sedih, entah mengapa  saya juga seperti merasakan masalah yang dialami oleh si pembuat status. Ekspresi dahi berkerut dan pikiran bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dengan pemilik akun tersebut. Benar kah dia benar-benar sedih atau hanya spekulasi agar mencari perhatian orang-orang yang membaca statusnya?

Apakah mereka tidak bisa menuliskan hal-hal yang menginsipirasi orang lain? Atau buku diary sudah dinggap usang untuk berbagi pengalaman sehingga media sosial menjadi wadah berbagi isi hati?
doc:facmark.az
Mungkin mereka tidak menyadari bahwa status media sosial mereka dibaca oleh ratusan atau bahkan ribuan orang. Bukan hanya kerabat dekat tapi, orang lain yang tidak mengenal dekat pribadi pembuat status.

Saya benar-benar seolah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi kepada orang lain, istilah gaulnya Kepo. Sepertinya, saya memberikan energi yang cukup banyak untuk mengetahui keberadaan nasib teman-teman di media sosial. Mungkin bermasalah dengan orang lain atau tertindas lingkungan. Contoh, orang yang tertindas  adalah orang-orang yang secara suka rela mengekploitasi diri sendiri untuk konsumsi orang banyak. Menyebarkan foto narsis hingga menyantap makanan dengan mengupload terlebih dahulu.

Saya pernah melakukan itu, mengenal media sosial memberikan peluang untuk mengupload apapun yang bisa saya upload. Namun, akhirnya saya menyadari, perilaku ini adalah salah satu hal bodoh yang pernah saya lakukan. Saya mencoba menghentikan kebiasaan itu karena seolah-olah saya tidak memilki privasi yang bisa saya nikmati sendiri. Saya seolah bisa lebih dari orang lain dan memilki apa yang orang lain tidak punya. Padahal ini hanya konstruksi di kepala yang saya tuangkan melalui media sosial dan itu palsu. 

Media sosial mungkin telah menjadi tempat curhat, tapi tidak sedikit pemilik media sosial juga memberikan inspirasi kepada orang lain. Prestasi orang-orang yang mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Cukup berteman dengan mereka melalui media sosial. Dan saya masih kepo bagaimana mereka mencapai keberhasilannya. Saya kepo karena ingin seperti mereka...





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saraba atau Sarabba' Dialek yang Berbeda

(a)Susila di Negeri Raja

Dilema TVRI, Afiliasi Politis